Jumat, 07 November 2008

HARGA DIRI AKADEMIS (FMD III)

Dalam bab ini dibahas mengenai:
. Pengertian berbagai konsep yang berkaitan dengan konsep-
diri seperti:
- Skema-Diri
- Harga-Diri
- Kompetensi-Diri
- Keberhargaan-Diri
- Harga-Diri-Akademis
- Efektif-Diri
• Perkembangan Konsep-Diri
• Peranan Harga-Diri-Akademis dalam mencapai Prestasi
Akademis
• Kiat-kiat mengembangkan Harga-Diri-Akademis yang positif

Cara seseorang memandang dirinya akan sangat menentukan bagaimana ia akan berespons terhadap dirinya sendiri maupun lingkungannya, juga dalam menghadapi tantangan-tantangan hidup maupun mengalami kehidupan. Dalam bidang pendi­dikan, Colangelo dan Assouline (1995) menemukan dalam penelitiannya sendiri dan penelitian banyak ahli lain bahwa konsep-diri, dalam arti bagaimana seseorang memandang diri-nya, berhubungan baik dengan prestasi akademis, maupun sikap terhadap sekolah, juga sikap umum terhadap diri dan kehidup-an. Sering dijumpai, individu yang tidak mampu berprestasi sesuai dengan kemampuannya kehilangan tujuan dan gairahnya dalam pendidikan. Banyak penelitian membuktikan bahwa sebab dari underachievement ini adalah konsep-diri, khususnya harga-diri-akademis, yang tidak sehat atau negatif.
Untuk sukses dalam pendidikan dan berhasil menerapkan ilmu yang. diperolehnya, mahasiswa hams menggunakan seluruh potensi yang dimilikinya. Konsep-diri yang positif diharapkan bisa membantu mereka dalam menampilkan seluruh potensi yang ada pada mereka. Oleh karena itu, mahasiswa perlu memahami konsep yang berkaitan dengan dirinya serta memupuk konsep-diri, khususnya harga-diri-akademis yang sehat untuk bisa berbahagia dan sukses di Perguruan Tinggi dan kelak mengaplikasikannya dalam upaya meningkatkan kualitas hidup masyarakat tempat ia hidup.


A. Berbagai Pengertian Berkaitan dengan Konsep-Diri (self-concept)
Untuk memahami pandangan individu mengenai diri-nya, perlu dipahami berbagai konsep yang berkaitan dengan konsep-diri. Konsep-konsep itu adalah: konsep-diri, skema-diri, harga-diri, kompetensi-diri, keberhargaan-diri, dan harga-diri-akademis.


1. Konsep-Diri (Self-Concept)
Gage dan Berliner (1991, him. 157) merumuskan konsep-diri sebagai ".. .totality of the perceptions that we have about ourselves; our attitudes toward ourselves, the language we use to describe"'. Hall
. Liridzey (dalam Frey dan Carlock, 1984) membedakan dua • konsep-diri ini sebagai berikut. Pertama dalam rumusan baeai sikap, perasaan, dan evaluasi mengenai diri sendiri. Kedua sebagai proses berpikir, mengingat, dan persepsi menge­nai diri sendiri. Rumusan pertama berkaitan dengan harga-diri, harea-diri-akademis, dan efektif-diri, sedangkan rumusan kedua lebih berkaitan dengan skema-Diri.
2. Skema-Diri
Hazel Markus (dalam Deaux, Kay dan kawan, 1993, him. 53) mendefinisikan skema-diri (self-schemes) sebagai: "...cognitive generalizations about the self derived from experience, that organize and guide the processing of self-related information contained in the individual's social experiences." Skema-diri merupakan pengetahuan-pengetahuan yang di-kumpulkan individu mengenai dirinya. Tidak ada unsur perasa­an di sini. Misalnya tinggi saya 150 cm, berat saya 80 kg.
3. Harga-Diri (Self-Esteem)
Malhi (1998:2) merumuskan harga-diri sebagai "...the overall evaluation of oneself in either a positive or negative way." Jadi, kalau skema-diri berisi gambaran yang dimiliki oleh individu menge­nai dirinya yang bersifat kognitif, tanpa diwarnai oleh perasaan, maka dalam penghargaan diri, yang merupakan bagian evaluatif dan konsep diri, individu memberi nilai terhadap konsep dirinya. Dalam penghargaan diri terdapat nuansa perasaan baik positif maupun negatif. Misalnya, saya terlalu gembrot, tidak menarik, dan sebagainya. Frey dan Carlock (1984) mengajukan dua komponen dalam harga-diri, yaitu kompetensi-diri dan keberhargaan-diri.Kompetensi-diri (Self-competence) adalah perasaan seseorang Memupuk Harga diri, bahwa dirinya kompeten untuk menjalani hidup. Malhi (1998) menyimpulkan bila individu memiliki kompetensi-diri yang positif maka ia akan memiliki kepercayaan-diri dan yakin akan kemampuannya untuk menghadapi tan-tangan-tantangan dasar dalam kehidupan. • Keberhargaan-diri (Self-worth), di lain pihak, adalah perasaan bahwa dirinya cukup berharga untuk hidup. Malhi (1998) menyimpulkan dengan rasa keberhargaan-diri yang positif individu akan menerima dirinya apa adanya dan merasa dirinya pantas untuk hidup dan berbahagia.
4. Harga-Diri-Akademis (Academic-Self-Esteem)
Harga-diri-akademis adalah harga-diri yang khusus berkaitan dengan kehidupan akademis individu. Skaalvik (1990, him. 594) merumuskan harga-diri-akademis sebagai berikut: "...the indivi­dual's general feeling of doing well in school an his or her satisfaction with his or her achievement". Harga-diri-akademis inilah yang secara khusus berkaitan dengan keberhasilan dalam pendidikan, termasuk di Perguruan Tinggi.
5. Efektif-Diri (Self-Efficacy)
Bandura (dalam Hall dan rekan-rekan, 1999, him. 609) merumuskan efektif-diri sebagai: "...expectation that one can, by personal effort, master a situation and bring about a desired outcome", Jadi, dalam efektif-diri ini, harga-diri dikaitkan pada satu macam situasi atau tugas secara spesifik.


B. Perkembangan Penghargaan Diri Akademis
Konsep-diri memang bukan merupakan sesuatu yang dibawa individu pada saat kelahirannya, bahkan pada awal-awal ke­hidupan individu belum memiliki konsep mengenai dirinya.
K mun bersamaan dengan kematangan yang dicapai, baik dalam , _njsi emosi maupun sosialnya, konsep-diri akan terbentuk dan menjadi bagian yang sangat penting dalam diri individu, vane menentukan bentuk kehidupan yang akan dialaminya kelak.
Beberapa faktor yang memengaruhi perkembangan harga-diri-akademis adalah faktor-faktor eksternal seperti lingkungan keluarga iklim kampus, dosen, teman sebaya, kurikulum, dan sebagainya, sedangkan faktor internal antara lain keyakinan, kompetensi personal, dan keberhasilan personal.
Dengan demikian, berdasarkan pengalaman sepanjang hidupnya baik melalui introspeksi maupun umpan-balik dari lingkungannya, individu menyusun skema-dirinya. Misalnya, bentuk fisiknya, kemampuan-kemampuan khususnya, seperti saya mampu menempuh jarak 100 m dalam waktu 10 detik, saya tidak bisa bermain sepatu roda. Mula-mula semua penge-tahuan mengenai diri yang dikumpulkan ini bersifat netral, tanpa diberi bobot penilaian maupun perasaan. Namun pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan untuk memberi penilaian terhadap segala sesuatu, termasuk terhadap dirinya sendiri. Bersamaan dengan penilaian ini, misalnya saya lamban, tidak menarik, kikuk, cerdas, menyenangkan, dan sebagainya, muncul perasaan-perasaan dalam diri individu terhadap dirinya sendiri. Maka dari skema yang kita susun mengenai diri kita itu, setelah diberi penilaian, jadilah harga-diri, yaitu seberapa kita menghargai atau memberi arti mengenai diri sendiri. Bila dari totalitas pandangan kita mengenai diri sendiri umumnya kua melihat aspek-aspek diri kita sebagai positif, walaupun ada beberapa aspek yang negatif, maka kita disebut memiliki harga-airi yang positif Sebaliknya bila kebanyakan aspek dalam diri sendiri ki'.a nilai sebagai negatif dan hanya sedikit yang kita mlai positif maka kita disebut sebagai individu dengan harga-yang negatif.




Bila diperhatikan pada gambar 1 dan 2, tampak sel-sel tidak memiliki ukuran yang sama. Semua itu tergantung pada arti dari masing-masing sel bagi individu. Sesuatu yang lebih berarti membentuk sel yang lebih besar ketimbang sesuatu lain yang kurang berarti baginya. Misalnya bila kecerdasan tidak cukup berarti bagi kita maka kalaupun itu merupakan kekuatan ataupun kelemahan kita maka aspek ini akan menempati sel yang lebih kecil. Sebaliknya bila daya tarik fisik sangat berarti bagi kita, maka aspek ini akan menempati sel yang besar. Dengan demikian dua orang dengan kekuatan dan kelemahan yang sama bisa memiliki harga-diri yang berbeda. Orang pertama mungkin melihatnya sebagai, "Saya memang cerdas^ tapi saya tidak menarik," sedang orang kedua memandang dengan berbeda, "Saya memang tidak menarik, tapi saya cerdas!" Pada orang pertama aspek kecerdasan menempati sel yang kecil sedangkan aspek daya tarik fisik menempatkan sel yang lebih besar, sebaliknya pada orang kedua kecerdasan menempati sel yang besar dan daya tarik fisik lebih kecil.
Simmermacher (1989) dalam 25 tahun kegiatannya dalam bidang pelayanan, menyimpulkan bahwa masalah utama yang
dialami manusia dewasa ini adalah ketidak-mampuannya men-capai konsep-diri dan harga-diri yang positif. Ini, menurutnya, yang menyebabkan tiingkat bunuh diri yang tinggi, terutama nada generasi muda, masalah napza, dan alkoholik. Rendahnya penghargaan diri jugai menyebabkan hilangnya arti dan tujuan hidup, hubungan prifoadi dan keluarga, maupun aktivitas waktu
luang.
Konsep-diri sangat ditentukan oleh pengalaman pribadi
individu, oleh karena itu bersifat subyektif dan bisa saja tidak sesuai dengan kenyataan. Sehubungan dengan konsep-diri, Higgins (dalam Deaux dan rekan-rekan, 1992) memperkenalkan diri-ideal (ideal-self) dan diri-seharusnya (ought-self). Diri-ideal adalah konsep diri yang ingin kita capai: harapan, keinginan, dan aspirasi berkaitan dengan berbagai faset dari diri kita, Sedangkan diri seharuisnya adalah faset-faset dari diri kita yang harus muncul: tugas, keharusan, tanggungjawab, dan sebagainya. Diri-ideal adalah apa yang kita inginkan dengan diri kita. Oleh karena itu, makin besar kesenjangan antara keadaan diri kita dengan diri-ideal makin besar kemungkinan timbulnya depresi. Sangat menyakitkan rasanya menemukan bahwa diri kita tidak bisa seperti yang kita inginkan. Individu yang perfeksionis memiliki kecenderungan ini sehingga sering tidak puas dengan dirinya..
Diri-seharusnya berkaitan dengan apa yang kita persepsikan sebagai tuntutan oleh orang lain terhadap kita. Kesenjangan antara diri kita apa adanya dengan diri-seharusnya bisa menim-bulkan kecemasan sosial. Kita merasa tidak bisa mencapai apa yang diharapkan oleh orang lain terhadap kita.
Harga-diri-akademik adalah salah satu komponen dari harga-diri yang secara khusus berkaitan dengan masalah akademis. Jadi sel-selnya khusus berkaitan dengan masalah-masalah aka­demis. Seperti pada harga-diri yang umum, ukuran selnya bisa

berbeda-beda dan jumlah positif dan negatif pun berlainan. Secara khusus harga-diri-akademis lebih erat kaitannya dengan prestasi akademis. Sel-sel dalam harga-diri-akademis berisi efektif-diri dalam masing-masing tugas akademisnya serta karakteristik diri yang juga berkaitan dengan kegiatan akademis, seperti keluwesan menghadapi dosen, teman, dan sebagainya. Dengan demikian bisa saja seorang mahasiswa yang harga-diri-akademisnya secara umum positif namun efektif-diri dalam pelajaran statistik atau fllsafat rendah. Untuk memiliki harga-diri-akademis yang positif, sel-sel positif harus menempati daerah yang lebih luas dalam lingkaran diri.
Oleh karena harga-diri berisi perasaan individu mengenai dirinya, maka dengan sendirinya hal ini akan memengaruhi kebahagiaan individu dalam hidupnya, bagaimana ia melihat dunianya, dan merespons lingkungan maupun dirinya sendiri.





C. Peranan Harga-diri-Akademis dalam Mencapai Prestasi
Hubungan antara harga-diri-akademis dengan prestasi akademis adalah hubungan timbal-balik. Individu dengan harga-diri-akademis yang tinggi atau positif akan dapat lebih mengguna-kan potensinya secara optimal. Mereka tidak terbebani oleh perasaan-perasaan negatif sehingga seluruh energinya dapat diarahkan pada upaya pencapaian prestasi akademis setinggi kemampuannya. Dengan demikian harga-diri-akademis menye-babkan peningkatan prestasi sesuai dengan potensinya. Sebalik-nya prestasi yang baik akan menumbuhkan keyakinan akan kemampuannya, dengan demikian bisa meningkatkan harga-diri-akademis (Gambar 1).
Hubungan ini juga bisa dijelaskan melalui kaitan antara harga-diri-akademis dengan tingkat aspirasi akademis. Dalam penelitian terhadap mahasiswa pada Institut Pertanian Bogor dijumpai hubungan yang bermakna antara keduanya (Fitasan, 1994). Bila diingat bahwa aspirasi akademis yang positif akan membantu mahasiswa menetapkan sasaran yang realistik dan menantang baginya sehingga membangkitkan motivasi untuk berprestasi, maka harga-diri-akademis secara tak langsung juga membangkitkan motivasi untuk berprestasi. Harga-diri-akademis yang positif membawa perasaan nya-man bagi mahasiswa dalam menjalankan tugas belajarnya. Sebagaimana dinyatakan Frey dan Carlock (1984), individu dengan penghargaan diri yang Positif, sebagai individu yang cenderung menghargai dirinya, menganggap dirinya berarti atau berharga, serta sejajar dengan orang lain. Mereka tidak merasa perlu berpura-pura sempurna, mereka mengenali keterbatasannya dan mengharap akan berkembang serta meningkatkan dirinya. Sedangkan individu dengan harga-diri yang negatif sering mengalami penolakan pada dirinya sendiri, tidak puas terhadap dirinya. DePorter (1992) maupun Rose dan Nicholl (1997) mengajukan bahwa untuk bisa belajar dengan optimal dan mencapai prestasi yang baik, pengalaman belajar haruslah menyenangkan, berapa pun usia peserta didik.
Mahasiswa dengan inteligensi yang tinggi, memiliki kesem-patan untuk mencapai prestasi yang lebih baik bila cukup berusaha. Oleh karena itu, mereka juga memiliki kemungkinan untuk memiliki harga-diri-akademis yang lebih baik pula. Namun ternyata penelitian-penelitian mengenai hubungan antara inteligensi dan harga-diri-akademis menampilkan hasil yang bervariasi. Dalam beberapa penelitian, seperti penelitian dari Stoyanova (1995) pada kelompok MENSA, suatu kelompok internasional IQ di atas persentil 98, dan penelitian Peters dan rekan (1995) pada siswa-siswa Cina, baik yang berbakat maupun yang tidak, menjumpai tidak ada kaitan antara inteligensi dan harga-diri-akademis. Namun pada penelitian terhadap siswa-siswa Belanda yang berbakat maupun tidak, temngkap hubung­an yang bermakna. Hal ini sesuai dengan hasil yang diperoleh dalam sejumlah peneliti lainnya (Peters dan kawan-kawan, 1995). Penyebab perbedaan temuan-temuan itu mungkin karena adanya perbedaan lingkungan belajar. Pada kelompok MENSA maupun pelajar di Cina, lingkungan belajar disusun secara homogen. Dengan demikian tingkat inteligensinya tidak banyak berbeda. Sedangkan di Belanda lingkungan belajar dirancang secara heterogen, tidak ada pemisahan berdasarkan kemampuan siswa. Senge dan rekan (2000) mengajukan argumentasi bahwa harga-diri tidak harus berkaitan dengan kemampuan individu dalam mencipta. Alasannya adalah: pertama, fokusnya berbeda. Dalam mencipta fokus adalah pada obyek ciptaan, sedangkan harga-diri berfokus pada diri sendiri. Maka bila individu mencipta bukan untuk mendapatkan pengakuan atau pengharga-an, semata-mata untuk menghasilkan ciptaannya, maka harga-diri tidak harus berkaitan dengan kemampuan mencipta. Kedua, dalam proses kreatif, berbeda dengan anggapan kebanyakan orang, pencipta pertama-tama akan mencintai sesuatu yang akan diciptanya, baru kemudian muncul hasil ciptaan tersebut. Tidak terpikir pada awalnya apakah ia mampu atau tidak. Bisa saja pada akhirnya gagal.
Yang juga menarik adalah penelitian dari Lasmahadi (1992) pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, yang menemukan hubungan yang bermakna antara harga-diri-akade­mis dengan perilaku curang dalam tes. Mahasiswa dengan harga-diri-akademis yang negatif memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk berlaku curang dalam tes ketimbang mahasiswa dengan harga-diri-akademis yang positif. Tidak mengherankan sebab mahasiswa dengan harga-dini-akademis yang positif umumnya cukup mampu menerima dirinya apa adanya. Mereka menyadari baik kekuatan maupun kelemahannya dan yakin akan kemampuannya untuk berkembang dan memperbaiki diri. Kelemahan dilihat sebagai umpan balik untuk memperbaiki diri, tidak perlu berpura-pura menjadi sesuatu yang bukan dirinya. Cukup mencemaskan adanya temuan yang menunjukkan bahwa dengan waktu dan tingkat pendidikan, harga-diri-akademis makin lama makin rendah (Colangelo dan Assouline, 1995). Banyak alasan yang bisa mendukung keadaan ini. Makin tinggi tingkat pendidikan, makin sulit mencapai prestasi yang baik sehingga pengalaman gagal tentu saja makin besar. DePorter (1992), Rose dan Nicholl (1997), mengajukan sikap dan teknik mengajar guru sebagai penyebabnya. Menyadari besarnya pengaruh harga-diri-akademis terhadap prestasi belajar maupun proses belajar mengajar, maka melaku-kan pemantauan terhadap harga-diri-akademis dan mengupaya-kan peningkatannya sangat penting dalam bidang pendidikan. Beberapa karakteristik individu dengan harga-diri-akademis positif adalah sebagai berikut:

• Menyadari baik kekuatan maupun kelemahannya sehingga memiliki orientasi yang realistik. Kesadaran diri yang tepat membantunya menyusun strategi dalam menghadapi tugas-tugas akademis yang dihadapinya.
• Menerima diri apa adanya, tidak merasa perlu berpura-pura sempurna namun merasa bertanggungjawab untuk mening-katkan diri.
• Memiliki rencana pengembangan diri dan melaksanakan serta memonitor pelaksanaan tindakan tadi dengan ber­tanggung jawab.
• Memiliki pandangan yang positif mengenai kehidupan akademis dan bidang-bidang ilmu yang ditempuhnya.

D. Pengembangan Ha rga-diri-Akademis
Skema-diri dibentuk sepanjang hidup individu. Oleh karena itu selalu terjadi penambahan-penambahan pengetahuan mengenai diri individu. Maka pada dasarnya harga-diri pun dapat berubah dan dikoreksi. Upaya koreksi hendaknya pertama-tama diarah-kan pada upaya memperkecil kesenjangan antara konsep-diri dengan konsep-diri-ideal. Malhi (1998) mengajukan sebuah model untuk meningkatkan harga-diri dalam lima tahap: kesadaran diri, menerima keadaan diri, membangkitkan tang-gung jawab untuk pengembangan diri, rencana tindakan dan pelaksanaannya, dan monitor perkembangan.
Yang perlu diingat adalah bahwa pada saat individu telah mengikuti pendidikan di Perguruan Tinggi, harga-diri-akade-misnya telah terbentuk sejak masa prasekolah. Oleh karena pembentukan harga-diri-akademis merupakan sebuah proses, maka untuk mengoreksi dan membentuknya kembali membu-tuhkan waktu. Pada dasarnya membangun penghargaan diri memang membutuhkan waktu (Senge dan rekan, 2000) dan
50 Sukses Belajar di Perguruan linggi
mengubah sesuatu yang sudah mapan tidaklah mudah.
Sebagai akhir bab ini, pada halaman-halaman berikut akan disajikan beberapa latihan yang dapat disarankan untuk memu-nuk harga-diri-akademik positif yang diharapkan bisa menun-jang proses belajar-mengajar di Perguruan Tinggi.

Tidak ada komentar: